Jumat, 13 Februari 2009

Kampanye Kotor (Black Campaign) Pemilu 2009

Oleh : Edi Pranoto

Dinamika kegiatan kampanye Pemilu Legislatif makin panas, pasca pembatalan Pasal 214UU 10/2008 yang mengatur tentang penetapan anggota legislatif terpilih. Sebelum pembatalan kewenangan penetapan setelah tidak ada yang mendapatkan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP), maka partai punya kewenangan untuk menentukan berdasarkan nomor urut Calon Anggota Legislatif. Namun sekarang tidak bisa demikian, calonlah yang akan menentukan diri sendiri untuk dapat menjadi anggota legislatif atau tidak, karena hanya mereka yang mendapatkan suara terbanyak di partai yang memperoleh kursi yang akan duduk menjadi anggota legislatif.

Persaingan calon anggota legislatif tidak hanya terjadi antara calon dari partai yang berbeda, namun justru sekarang yang muncul adalah persaingan antar calon dalam partai yang sama. Kaitan dengan peran partai politik sekarang ini, partai hanya sekedar kendaraan politik bagi orang yang akan menjadi calon anggota legislatif. Tanpa ada peran yang dimiliki oleh partai tersebut, menyebabkan calon anggota legislatif dalam melaksanakan kampanye tanpa memperhatikan garis kebijakan partai, karena perjuangan yang mereka lakukan hanya untuk kepentingannya, yaitu mendapatkan suara sebanyak-banyaknya.

Dalam upaya mendapatkan dukungan sebanyak-banyaknya dari para pendukungnya, maka calon akan menggunakan segala daya dan upaya, bahkan kadang menghalalkan secara cara baik cara yang halal (diperbolehkan) maupun yang haram (yang dilarang).

Cara kampanye yang haram oleh orang awam sering disebut dengan istilah kampanye kotor/hitam (Black Campaign) yang mana calon anggota legislatif melakukan kampanye yang dapat merugikan calon lain dan/atau Peserta Pemilu lain dengan mengharapkan dirinya atau partainya mendapat keuntungan dari kampanye kotor tersebut. Kampanye kotor dilakukan untuk menjatuhkan calon sehingga calon tersebut menjadi tidak disenangi temannya, pendukungnya. Dengan begitu calon tersebut akan dikeluarkan dari partai sehingga karier politiknya habis alias tamat.

Biasanya kampanye kotor hanya didukung oleh fakta yang akurasi kebenarannya belum terbukti. Media yang dipakai untuk kampanye kotor, selain oral, juga bisa melalui selebaran, famlet, maupun sekarang melalui SMS. Sedangkan dalam UU Nomor 10/2008 kampanye kotor tersebut dilarang sebagaimana tersebut dalam Pasal 84 ayat (1) huruf c, yaitu menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan calon dan/atau Peserta Pemilu yang lain.

Untuk itu, yang harus diperhatikan oleh calon anggota lagislatif dalam melaksanakan kampanye ada beberapa regulasi yang harus diperhatikan dan ditaati agar kampanye yang dilakukan tidak termasuk kategori kampanye kotor.

Regulasi tersebut khususnya Pasal 84 ayat (1) UU Nomor 10/2008 disebutkan:

Pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang:
a). mempersoalkan dasar Negara Panasila, Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b). melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c). menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
d). menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
e) mengganggu ketertiban umum;
f). mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
g). merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;
h). menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
i). membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut lain selain dari tanda gambar dan/atau aribut Peserta Pemilu yang bersangkutan;
j). menjanjikan atau memberi uang/materi lainnya kepada peserta kampanye.

Lebih dipertegas lagi dalam Peraturan KPU Nomor 19/2008 tentang Kampanye, khususnya Pasal 10 ayat (2) disebutkan:

Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan cara:
a) sopan, yaitu menggunakan bahasa atau kalimat yang santun dan pantas ditampilkan kepada umum;
b). tertib, yaitu tidak mengganggu kepentingan umum;
c). mendidik, yaitu memberikan informasi yang bermanfaat dan mencerahkan pemilih;
d). bijak dan beradab, yaitu tidak menyerang pribadi, kelompok, golongan atau Peserta Pemilu lain.

Sedangkan di Pasal 11 diatur tentang Pelaksana kampanye dalam menyusun materi dan melaksanakan kampanye Pemilihan Umum, harus:
a), menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945;
b). menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa;
c). menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
d). meningkatkan kesadaran hukum;
e). memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggungjawab sebagai bagian dari pendidikan politik;
f). menjalin komunikasi politik yang sehat antara Peserta Pemilu dan/atau calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan masyarakat sebagai bagian dari membangun budaya politik Indonesia yang demokratis dan bermartabat.

Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 84 ayat (1) huruf c termasuk tindak pidana Pemilu, sebagaimana diatur dalam Pasal 270 UU Nomor 10/2008 yang menyebutkan, bahwa "Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, h atau i dipidana penjara 6-24 bulan dan denda Rp. 6.000.000 (enam juta rupiah)-Rp. 24.000.000 (dua puluh juta rupiah)."

Agar tidak terkena ketentuan pidana di atas, maka sebaiknya calon dalam melakukan kampanye tidak melakukan kampanye kotor, dengan begitu akan memberikan pendidikan politik yang baik dan benar bagi pendukungnya."

Selamat berjuang untuk mendapat dukungan pada Pemilu tanggal 9 April 2009!

dikutip dari: [www.kabarindonesia.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SYUKRON TELAH MEMBERIKAN KOMENTAR