Rabu, 26 September 2007

Belajar Jadi Pemimpin yang Islami

FAJAR
(25 Sep 2007)

Pembukaan Leadership Basic Training (LBT)MENGISI liburan selama bulan Ramadan gak selalu hanya di rumah. Bisa juga diisi untuk sesuatu yang lebih berguna untuk masa depan kita loh.

Ada yang bilang masa depan negara kita ada di tangan para remaja. Karena emang bakalan kita-kita nih yang menjalankan negara kita. Pastinya bakalan ada diantara kita yang jadi pemimpin.

Nah untuk itu Pelajar Islam Indonesia (PII) udah buat pelatihan bagi remaja Makassar calon pemimpin masa depan. Leadership Basic Training ini baru dibuka hari Senin tanggal 24 September kemarin.

Acara yang dilaksanakan di SMA Nasional Makassar ini diikuti oleh sekitar 40 siswa dari berbagai sekolah yang diundang. Bahkan ada juga loh peserta yang berasal dari Sinjai. "Kegiatan ini udah jadi program kami tiap liburan sekolah. Ini bertujuan untuk membentuk jiwa pemimpin yang lebih islami dan juga sekaligus untuk menghimpun kader PII yang fresh," ujar Ime' Ketua Seksi Acara LBT ini.

Acara ini bakal terus dilaksanain selama enam hari, sampai 30 September mendatang. "Kita mengisi kegiatan para peserta dengan materi yang berhubungan sama tema kita From Zero To Hero. Selain itu juga kita membiasakan peserta untuk disiplin dan berkegiatan dengan bersama-sama. Maka akan membentuk rasa kebersamaan," jelas Fikar, Ketua Panitia LBT.(rek2)

Selasa, 25 September 2007

PILKADA LANGSUNG, BERKUALITASKAH?

(Pelajar Menggugat: Peran Kritis Gerakan Pelajar dalam Pilkada Sulsel)[1]

Oleh: Muhammad Aswar[2]


Pendahuluan: Pelajar dan Politik
Pelajar dalam artian yang sebenarnya, entah itu siswa ataupun mahasiswa, yang sedang dalam proses ingin tahu. Merupakan entitas sosial yang memiliki tanggung jawab moral dalam kehidupan bermasyarakat. Kontrol sosial adalah salah satu komitmen seorang pelajar untuk menunjukkan keberadaannya dalam lingkup lokal, regional, maupun nasional.

5 November 2007 mendatang, masyarakat Sulawesi Selatan akan mengadakan pesta demokrasi (Pemilihan Kepala Daerah =Pilkada) yang kali ini dilaksanakan pemilihan secara langsung oleh masyarakat terhadap calon-calon Gubernurnya. Berbagai polemik, issu, komentar, kritikan dan sebagainya muncul, -bahkan dua tahun sebelum pelaksanaan pilkada.


Dari banyak kalangan memandang Pilkada langsung kali ini memiliki banyak kelebihan dan kekurangan, salah satu kelebihannya adalah jikalau dahulu (orde baru) menggunakan metode pemilihan langsung pejabat terpilih tidak memiliki keterikatan politik secara langsung dengan masyarakat. Namun kali ini dilakukan pemilihan langsung oleh masyarakat sehingga tanggung jawab moral Pejabat terpilih langsung kepada masyarakat secara umum. Tetapi timbul pertanyaan bahwa apakah pemilihan kali ini murni melihat kualitas para calon pemimpin, atau masih menggunakan lagu lama (masih terjebak pada etnisitas dan geopolitik)? Inilah salah satu diantara banyak kekurangan pilkada langsung di Sulsel.

Pelajar, sebagai kontrol sosial tentu harus ikut andil dalam pilkada November mendatang. Bukan berpartisipasi dalam politik praktis tentunya. Tetapi terlebih kepada pengejawantahan ide-ide, kritikan, komentar (dsb) terhadap proses pilkada itu sendiri, atau bahkan memberikan penilaian terhadap figur para calon.

Namun sebagai seorang pelajar (yang merupakan pemilih berpendidikan), pendidikan tentulah menjadi topik hangat dalam kaitannya dengan pilkada. Issu pendidikan gratis yang dilontarkan oleh beberapa calon dalam kampanye misalnya, atau kesejahteraan tenaga pendidik atau dan lain sebagainya mengenai pendidikan. Kemudian terlepas dari itu, kebudayaan menjadi topik yang menarik untuk di bicarakan kali ini, dengan melihat kebudayaan masyarakat sulsel yang begitu tinggi dan beragam. Tidak bisa dipungkiri “budaya politik warisan” atau etnisitas dan geopolitik masih mengakar di Sulawesi Selatan. Dua topik ini –Pendidikan dan Kebudayaan− sangat erat kaitannya untuk kita bahas dalam tema “Pelajar Menggugat; peran kritis gerakan pelajar dalam pilkada Sulsel”

Kritis terhadap Issu Pendidikan Gratis
Dalam setiap kampanye, dialog pilkada, diskusi para kandidat, atau forum-forum lain yang me-mobilisasi masa yang menjadi alat kampanye tidak asing di telinga kita lontaran-lontaran Issu pendidikan gratis oleh beberapa calon gubernur dalam pilkada sulsel. Tidak hanya itu peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik, memaksimalkan pengalokasian dana pendidikan dan lainnya dalam lingkup Sistem Pendidikan. Entah apakah ini menjadi komitmen dari calon tersebut atau hanya pemanis kampanye belaka.

Pendidikan memang sangat penting bagi sebuah Negara. Bercermin pada Negara tetangga (Malaysia) yang dulunya meminjam tenaga guru dari Indonesia namun sekarang ini sistem pendidikan mereka meningkat pesat yang berimplikasi pada kesejahteraan penduduknya terlebih pada tenaga pendidik (guru dan dosen). Atau ketika melihat bangsa yahudi yang 90% penduduknya berkualifikasi Doktor (jenjang S3), sebuah bangsa kecil yang mampu mempengaruhi dunia.

Maka tak heran ketika para calon cukup antusias menyuarakan pendidikan dalam kampanye mereka. Dalam tulisan ini penulis ingin mengkaji issu pendidikan gratis yang ditawarkan. Jika kita merunut pada UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (pasal 49 ayat 1)

Hal ini sampai sekarang tidak terealisasi, informasi terkini hanya ±6% realisasi dana pendidikan dari APBD di sulsel –sangat jauh dari standar minimal-. Yang menjadi kewajiban (peraturan perundang-undangan) saja belum terealisasi, bagaimana mungkin menjanjikan pendidikan gratis. Ini adalah harapan atau angan-angan? Ibarat bapak rumah tangga yang belum bisa memberikan rumah sebagai tempat tinggal keluarganya tapi menjanjikan mobil sebagai kendaraan sehari-hari. Atau mungkin dengan mencabut subsidi untuk Perguruan Tinggi (dengan memberlakukan BHP) dan mengalokasikan dana tersebut pada jenjang studi dibawahnya. Apakah ini solusi terbaik?. Sekali lagi ini adalah komitmen para calon Gubernur (Cagub) atau hanya pemanis kampanye belaka.

Kalaupun hal ini menjadi komitmen Gubernur mendatang dengan memanfaatkan APBD semaksimal mungkin, hal ini tidak akan maksimal kecuali gubernur terpilih merupakan representatif dari masyarakat Sulawesi Selatan, tapi kenyataannya tidak demikian. Masing-masing figur menggunakan pendekatan etnis dan geopolitik (hal ini akan kita bahas lebih lanjut).
Sementara dalam Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Yang memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah. Sehingga bagaimanapun kebijakan-kebijakan pemerintahan nantinya akan terhambat dengan adanya otonomi daerah yang memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada pemerintah daerah untuk menentukan kebijakannya sendiri.

Masyarakat Sulawesi Selatan dengan keragaman budaya dan tingkat kesejahteraan tantunya akan menjadi alasan pemerintah daerah (tingkat kabupaten/kotamadya) untuk menentukan kebijakannya sendiri. Bisajadi orientasi agama/moral, pendidikan, pembangunan, ketahanan, kesejahteraan dll yang menjadi prioritas. Sehingga bukan sentralisasi kekuasaan yang harus diunggulkan, tapi pendekatan emosional, wibawa, kharisma seorang Gubernur untuk merealisasikan pendidikan gratis tersebut.

Etnisistas dan Geopolitik
Mimpi akan demokrasi yang sehat. Adalah salah satu alasan terwujudnya pemilihan secara langsung oleh masyarakat untuk menentukan kepemimpinan di Indonesia. Kali ini giliran masyarakat Sulsel yang memilih pemimpinnya secara langsung.

Hal ini dipandang positif oleh berbagai kalangan, selain alasan demokrasi pilkada langsung juga dapat mempererat hubungan politik antara calon dan rakyat, berbeda dengan zaman orde baru yang menggunakan metode penunjukan langsung sehingga interaksi politik hanya terjadi antara calon dan massa pendukung.

Pilkada langsung menjadi proses pembelajaran politik bagi rakyat terutama dengan adanya dialog-dialog para kandidat (calon). Hal ini akan meningkatkan kesadaran berpolitik. Bagaimana menilai kualifikasi para calon dalam dialog-dialog tersebut atau mungkin dalam mobilisasi massa, saat itulah masyarakat dapat menilai calon pemimpinnya bukannya menghadiri kampanye hanya dengan alasan untuk mendapatkan baju kaos atau dan lain sebagainya.
Namun dari banyak pengamat juga mengatakan hal ini tidak akan maksimal (masih lagu lama) karena para pemilih tidak menggunakan hak pilihnya secara rasional dengan melihat kualitas para calon, tapi cenderung terikat dengan etnisitas dan geopolitik.

Dari ketiga calon: Azis Qahar Muzakar yang bergandengan dengan Mubyl Handaling[3], HM Amin Syam dengan pasangannya: Mansyur Ramli[4], dan Syahrul Yasin Limpo bersama Agus Arifin Nu’mang[5], dapat kita lihat bahwa figur-figur tersebut merupakan prototipe dari tiga etnis atau kerajaan yang pernah ada di Sulsel. Pendekatan etnis maupun geopolitik dalam pilkada kali ini sangat kental. Syahrul misalnya, yang masih kental dengan etnis makassar dan merupakan keturuan Raja Gowa. Yang tentunya akan mendapatkan dukungan lebih dari masyarakat Gowa. Begitu pula dengan Amin Syam dengan kekuatan etnis kebugisannya yang memiliki kharisma bagi masyarakat Bone dan sekitranya.

Kedua kandidat ini masih satu kepemimpinan di Pemprov Sulawesi Selatan. Begitu banyak sorotan mengenai kinerja kedua pejabat Pemprov ini karena keseringan meninggalkan kantor secara bersamaan dengan alasan dinas luar untuk melaksanakan kunjungan kerja di daerah-daerah. Namun sebenarnya sudah melaksanakan kampanye dini. Termasuk Wapres Yusuf Kalla mengungkapkan kekecewaannya kepada kedua pejabat ini karena dinilai telah melalaikan tugas. Untuk lebih fokus pada pokok permasalahan maka hal ini tidak kita bahas.

Sedikit berbeda dengan kedua saingannya Azis Qahar yang terkenal cool dalam setiap kampanye bahkan tidak ngotot dalam hal pemasangan baliho-baliho dan spanduk di jalan. Namun tidak bisa diremehkan kandidat satu ini mrmiliki kekuatan suara di Luwu tanah kelahirannya dengan bayang-bayang ketokohan ayahnya Qahar Muzakkar[6].

Memang dari ketiga calon yang muncul berasal dari kekuatan partai politik, dalam artian mereka didukung oleh partai. Walaupun keanggotaan partai tidak mengenal adanya batasan etnisitas, agama, daerah, suku dan lain-lain, tetapi kepentingan elit partai melahirkan konflik di internal partai, pengusungan calon hanya melihat popularitas figur-dengan memanfaatkan etnik misalnya-.

Nah kalau seperti ini, dimana letak pendidikan politik bagi rakyat?

Sebagai Penutup: Mobilisasi Massa jangan Dipandang Sebelah Mata
Manusia (baca=individu) sebagai makhluk ciptaan Allah swt, diciptakan dengan potensi untuk berfikir. Dalam setiap fikirnya, individu-individu ini memiliki ragam pendapat. Penilaian terhadap sesuatu menggunakan barometer yang berbeda dengan pendekatan yang berbeda pula. Itulah dinamika kehidupan. Berbeda pendapat itu biasa, namun bagaimana bersikap positif dan saling menghargai, diperlukan.

Pilkada langsung di Sulsel dengan harapan pencapaian demokrasi yang rasional, belum mampu dimaksimalkan oleh masyarakat Sulsel sendiri. Baik bagi pelaku politik (parpol) maupun objek politik (masyarakat itu sendiri). Pilkada langsung di Sulsel kali ini, apakah memiliki banyak kelebihan atau kekurangannya yang berlebih, setiap orang memiliki penilaiannya sendiri. Namun pendidikan politik sangatlah penting bagi rakyat, sehingga hak suara dapat berkualitas.
Ketika beberapa kalangan memandang negatif mobilisasi-mobilisasi massa. Maka penulis menganggap hal ini perlu sebagai pendidikan politik bagi rakyat. Biarlah rakyat yang menilai bagaimana calon pemimpinnya. Apakah konsekuen terhadap pendidikan, ekonomi/kesejahteraan, kesehatan, keamanan, dan lain-lain. Atau apakah tukang janji, memanfaatkan fasilitas negara, curi start, anarkis, money politik dan sebagainya. Biar rakyat yang menilai.
___________________________________________________________________


[1] Disampaikan pada diskusi panel “Pelajar Menggugat: Peran Kritis Gerakan Pelajar dalam Pilkada Sulsel” PK TM 3 PW IRM Sulsel 5-12 September 2007
[2] Pj. Ketua Umum PW PII Sulsel periode 2005-2007
[3] Pejabat teras Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Sulsel
[4] Kepala Balitbang Depdiknas
[5] Ketua DPRD Sulsel
[6] Tokoh Sulsel yang pernah berjuang bersama mantan presiden Soekarno mendirikan Republik

Cara Jitu Memburu Lailatur Qadar

Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah satu malam yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia, Lailatul Qadar.

Banyak ayat didalam Al-Quran yang menceritakan tentang barakahnya malam ini, dimana pada malam ini diturunkan Al-Quran. Banyak diantara orang menunggu kedatangan Lailatur Qadar dalam sepuluh hari terakhir.

Sebagaian orang menunggu kedatangan malam itu dengan berlama-lama di masjid sambil membaca Al-Quran. Ada yang menunggunya dihadapan rumah agar dapat melihat turunnya malaikat pada malam Qadar, dan tidak kurang juga yg menyambutnya dengan sinaran-sinaran lampu-lampu minyak agar kawasan mereka diterangi. Mereka begitu yakin dengan beberapa tanda-tanda yang banyak diceritakan dalam berbagai cerita sejarah.

Ada suatu hal yang masih tersimpan dalam benak hati kita semua. Sebuah pertanyaan terdalam. Pernahkah Nabi SWA melihat langsung Lailatul Qadar? Adakah sahabat-sahabat juga pernah melihatnya? Kita pernah mendengar banyak hadis-hadis yang menceritakan tanda-tanda malam tersebut, adakah kita bisa melihatnya dengan mata kepala kita sendiri.

Cara yang paling bijak bagi kita menjawab persoalan ini marilah kita lihat tafsiran beberapa ahli tafsir termasuk melihat tanda-tanda tersembunyi yang sering diceritakan itu.


Tafsir Surat Al-Qadar
Satu surat yang begitu signifikan menceritakan mengenai peristiwa malam tersebut ialah surah Al-Qadar yang berisi 5 ayat. Surat Al-Qadar adalah surat ke 97 menurut susunannya didalam Mushaf. Ada diantara ulama-ulama mengatakan bahwa surat Al-Qadar ini turun selepas penghijrahan Nabi saw ke Madinah.

Didalam membicarakan pentafsiran ayat, amatlah bijak jika kita mengambil penafsiran yang diambil dari Tafsir Jalalain:

Kesimpulannya bahwa malam Al-Qadar itu secara sejarahnya di turunkan Al-Quran dari Lauhul Mahfuz kelangit dunia. Kemuliaan malam tersebut telah dikhabarkan kepada Rasulullah SAW. Bulan itu dikatakan satu bulan dengan barakah seperti 1000 bulan. Dimalam tersebut para malaikat-malaikat dan Jibril turun ke bumi dan memohon Allah mengkabulkan doa'-do'a hambanya. Kemuliaan malam tersebut berakhir dengan terbitnya fajar.

Pentafsiran yang lebih terperinci sedikit mengenai ayat pertama surah Al-Qadar ini dapat kita lihat dari Tafsir Ibnu Kathir:

Allah SWT telah mengkhabarkan sesungguhnya Ia telah menurunkan Al-Quran pada malam Lailatul Qadar. Dimana Allah berfirman, "Sesungguhnya kami turunkannya di malam yg barakah". Inilah yang kemudian dikenal sebagai malam Al-Qadar yg berada didalam bulan Ramadan sebagaimana firmannya, "Pada bulan Ramadan yang diturunkan didalamnya Al-Quran".

Berkata Ibnu Abbas bahwa Allah SWT telah menurunkan Al-Quran keseluruhannya (secara total) dari Lauhul Mahfuz ke Baitul 'Izzah dari langit dunia kemudian ia diturunkan secara berpisah dan berperingkat selama 23 tahun keatas Nabi SAW, kemudian firman Allah beliau memuliakan Lailatul Qadar dimana Allah SWT telah mengizinkan penurunan Al-Quran.


Keistimewaan Lailatul Qadar
Sheikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi merujuk kepada surah Al-Qadar didalam membicarakan persoalan keistimewaan Lailatul Qadar, katanya :

"Allah telah memuliakan Al-Quran dimalam ini, dan ditambahnya dengan maqam yang mulia, yaitu kedudukan dan kemuliaannya yang sangat banyak dari kebaikan dan kelebihan dari 1000 bulan. Apa-apa ketaatan dan ibadah didalamnya menyerupai 1000 bulan yang bukan Lailatul Qadar. 1000 bulan ini menyamai 83 tahun 4 bulan. Hanya di satu malam ini lebih baik dari umur seseorang yang menghampiri 100 tahun, jika tambah berapa tahun beliau baligh dan dipertanggungjawabkan".

Dan pada malam itu turunnya malaikat-malaikat dengan rahmat Allah dengan kesejahteraan dan barakahnya. Dan kesejahteraanya melimpah sehingga ke terbit fajar. Didalam As-sunnah, banyak hadist-hadist yang menyebutkan mengenai keutamaan Lailatul Qadar ini. Yang banyak dianjurkan untuk mencarinya pada 10 malam terakhir. Dalam Sahih Bukhari dari Hadis Abu Hurarirah, "Barangsiapa yang berqiam dimalam Al-Qadar dengan penuh keimanan dan bersungguh-sungguh maka telah diampunkannya apa yang telah lalu dari dosanya". (Riwayat Bukhari didalam Kitab Al-Saum).

Rasulullah SAW telah memberi penjelasan kepada siapa yang lalai dan tidak memperhatikan malam tersebut, yaitu sama seperti menghalang diirinya dari menerima kebaikannya dan ganjarannya. Berkata para sahabat yang telah dinaungi mereka bulan Ramadan, "Sesungguhnya bulan ini telah hadir kepada kamu didalamnya mengandung malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Siapa yang memuliakannya maka beliau akan dimuliakan kebaikan semua perkara. Dan siapa yang tidak memuliakannya maka kebaikannya akan dihalang". (Riwayat Ibnu Majah dari Hadis Anas, isnad Hassan sebagaimana didalam Sahih Jaami' Al-Saghir).

Sheikh Ibnu Taimiyyah (Majmu' fatawa - Jilid-25/286) didalam membicarakan soalan yang mana satu lebih afdal, diantara Malam Isra' Nabi saw atau Lailatul qadar? Kata: "Sesungguhnya Malam Isra' lebih afdal dan Malam Al-Qadar lebih afdal bila dinisbahkan kepada umat...". Manakah yang lebih afdal 10 Zulhijjah atau 10 malam terakhir Ramadan?. Kata Ibnu Taimiyyah, "Hari 10 Zulhijjah lebih afdal dari hari 10 dari bulan Ramadan. Dan malam-malam 10 akhir Ramadan lebih afdal malam 10 Zulhijjah". Jelas menunjukkan bahwa para ulama menyatakan bahwa malam lailatul Qadar ini sangat istimewa kepada umat Muhammad.

Dapatkah Lailatul Qadar dilihat dengan mata?
Dua tokoh ulama' Arab Saudi, Sheikh Abdul Aziz bin Baaz dan Sheikh Salleh Munajjid berkata: "Malam Qadar boleh dilihat dengan mata kepada siapa yang diberi taufiq oleh Allah SWT dan dengan menggunakan tanda-tandanya. Para sahabat r.h. mencarinya berdasarkan tanda-tandanya tetapi tiada laporan yang mengatakan mereka telah melihatnya. Akan tetapi tidak ada larangan mencari hasil fadilah bagi siapa yang beriman dan bersungguh-sungguh", kata beliau.

Sheikh Al-Sya'rawi mengatakan: "Satu pun diantara makluk Allah tidak melihat Lailatul Qadar melainkan Rasulullah SAW. Ani adalah satu keistimewaan yang diberikan kepada Rasulnya. Selain itu, ada beberapa orang yang dilaporkan pernah melihatnya. Mereka yang melihatnya berkata-kata kepada Rasulullah yang melihat beliau pandangan di dalam tidur mereka, seolah-olah berkata: "Aku melihat sebagaimana aku sujud di dalam air yang melimpah, kemudian menjadi pagi hari 23, mereka melihat masjid-masjid di sepanjang malam tersebut. Langit seolah-olah ingin hujan, Rasulullah sujud sehingga kelihatan dahi di atas tangannya dan kami mengetahui bahwa di sini adalah Lailatul Qadar didalam tahun dan malam itu".

Haruskah mencari Lailatul Qadar?
Ada beberapa hadis yang menunjukkan betapa ruginya seseorang yang tidak pernah berusaha mencari Lailatul Qadar. Menurut Sheikh Abdul Aziz bin Baaz dan Sheikh Salleh Munajjid beliau berkata; "Seorang Islam haruslah mencari malam 10 terakhir Ramadan sebagaimana Rasulullah SAW mengarahkan umatnya menuntut ganjaran dan pahala di mana seseorang yang mendirikannya dan iman dan azam malam tersebut, dia akan menerima ganjarannya dan jika tidak bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: "Barangsiapa yang berqiam di malam Qadar dengan keimanannya maka Allah akan mengampunkan dosanya yang telah lalu". Dalam riwayat lain, "Barangsiapa yg berqiam dan mencarinya kemudian ia akan diampunkan dosa yang sebelumnya dan yang terakhir."

Tanda-tanda Lailatul Qadar
Menurut Sheikh Abdul Khaliq Al-Sharrif bahwa tanda-tanda Lailatul Qadar akan ditunjukkan pada pagi harinya matahari akan memancar dan cuacanya yang agak sejuk. Sheikh Saleh Munajjid mengatakan bahwa matahari yang keluar itu tidak memancarkan cahaya. Sheikh Dr Yusuf Qaradhawi mengatakan terdapat juga berbagai tanda, seperti cahayanya merah kelemah-lemahan dan pada malam itu hujan dan angin sepoi-poi, tiada bau dan tiada sejuk sebagaimana yang disebut oleh Al-Hafiz didalam Fathul Bari'.

Kata Al-Qaradhawi:
"Semua tanda ini tidak memberi kepastian mengenainya. Tidak mungkin ia berulang-ulang, karena malam Al-Qadar selalu berbeda-beda cuacanya dalam berbagai negara, berbeda pula waktunya. Ia mungkin dijumpai di sebuah negara Islam yang tidak putus hujannya, dan kemungkinan di negara lain yang keluarganya bersholat istiqo' yang berdepan dengan kemarau, dan negara-negara berbeda dari segi kepanasan dan kesejukannya, naik matahari dan turunnya, kuat atau lemah pancarannya, maka mustahil untuk mendapat titik pertemuan ini. Kajian ulama' mengatakan: boleh di ambil malam-malam yang tertentu Lailatul Qadar itu dari sebahgian manusia. Ia hanya kelihatan kepada dia seorang saja yang melihatnya. Atau menerima mimpi didalam tidur, atau berlaku (karamah) keajaiban yang luar biasa. Atau Ia terjadi kepada keseluruhan umat Islam agar ia menerima ganjaran kepada siapa saja yang berpeluang melakunya. Dan Ia tidak nampak apa-apa yang berlaku. Kebanyakkan ulama' mengambil pandangan yang awal tadi.

Amalan saat Lailatul Qadar
Kemuliaan malam tersebut dan seruan-seruan dari hadist-hadist yang menyuruh umat Islam mencari malam tersebut mungkin akan menimbulkan sedikit pertanyaan. Apakah malam itu khusus bagi mereka-mereka yang alim saja atau bisa berlaku bagi masyakat umum. Yusuf Qaradawi mengatakan bahwa malam itu datang untuk semua orang yang benar-benar menginginkannya.
Kata Qaradhawi:
"Maka Malam al-Qadar ialah malam umum untuk semua yang menuntutnya. Yang menginginkan kebaikan dan ganjarannya, dan apa yang disisi Allah di dalamnya, itu lah malam ibadah dan malam ta'at, dan bersolat, bertilawah, berdo'a, bersedekah, menjalinkan perhubungan, beramal sholeh, dan melakukan kebaikan-kebaikan".

"Yang harus dilakukan oleh orang Islam pada malam ialah; Bersholat Isya' secara berjamaah, sholat subuh berjamaah dan pada malamnya mendirikan qiamullail. Di dalam hadist Sahih diriwayatkan Nabi bersabda, "Barangsiapa yang bersholat Isya' berjamaah, seolah-olah ia berqiam di separuh malam, dan barangsiapa yang bersolat subuh berjamaah, seolah-olah ia bersholat disepanjang malam tersebut. (Riwayat Ahmad, Muslim).

Sheikh Atiyah Saqr menganjurkan: Hidupkannya dengan bersholat, membaca Al-Quran, berzikir, beristigfar dan berdo'a dari terbenam matahari sehingga terbit fajar. Dan hidupkan ramadhan dengan bersolat terawikh di dalamnya. Sebuah riwayat yang mengatakan, "Barangsiapa yang bersholat magrib dan Isya' di hari akhir yaitu di malam Al-Qadar secara berjamaah, ia telah diberi keuntungan dari Lailatul Qadar". Berkata A'isyah r.h "Ya Rasulullah di waktu Lailatul Qadar, apakah yang harus aku katakan". "Katakalah, "Ya Allah sesungguhnya kamu pengampun dan suka kepada pengampunan, maka ampunkanlah ku.

dikutip dari: www.hidayatullah.com